Irigasi Pasang-Surut di Sumatera, Kalimantan, dan
Papua
Yang
dimaksud dengan sistem irigasi pasang-surut (Tidal Irrigation) adalah suatu tipe irigasi yang
memanfaatkan pengempangan air sungai akibat peristiwa pasang-surut air laut.
Areal yang direncanakan
untuk tipe irigasi ini adalah areal yang mendapat
pengaruh langsung dari peristiwa pasang-surut air laut.
Untuk daerah Kalimantan
misalnya, daerah ini bisa mencapai panjang 30 - 50 km memanjang pantai dan
10-15 km masuk ke darat. Air genangan yang berupa air tawar dari sungai akan
menekan dan mencuci
kandungan tanah sulfat masam dan akan dibuang pada saat air
laut surut.
Di sini dalam dua minggu diperoleh
4 sampai 5 waktu pada air pasang. Teknologi
ini telah dikenal sejak Abad XIX. Pada waktu itu, pendatang
di Pulau Sumatera
memanfaatkan rawa sebagai kebun kelapa. Di Indonesia terdapat 5,6 juta Ha dari
34 Ha
yang ada cocok untuk dikembangkan. Hal ini bisa dihubungkan dengan
pengalaman Jepang di Wilayah
Sungai Chikugo untuk wilayah Kyushu, di mana di
sana dikenal dengan sistem irigasi Ao-Shunsui yang mirip.
Irigasi Tanah Kering atau Irigasi Tetes
Di lahan kering, air sangat langka
dan pemanfaatannya harus efisien. Jumlah air irigasi yang diberikan
ditetapkan
berdasarkan kebutuhan tanaman, kemampuan tanah memegang air, serta sarana
irigasi yang
tersedia.
Ada beberapa sistem irigasi untuk
tanah kering, yaitu:
1. Irigasi tetes (drip irrigation),
2. Irigasi curah (sprinkler irrigation),
3. Irigasi saluran terbuka (open ditch irrigation), dan
4. Irigasi bawah permukaan (subsurface irrigation).
Untuk
penggunaan air yang efisien, irigasi tetes merupakan salah satu alternatif.
Misal sistem
irigasi tetes
adalah pada tanaman cabai. Ketersediaan sumber air irigasi sangat
penting. Salah satu upaya mencari potensi
sumber air irigasi adalah dengan
melakukan deteksi air bawah permukaan (groundwater) melalui pemetaan
karakteristik air bawah tanah. Cara ini dapat memberikan informasi mengenai
sebaran, volume dan
kedalaman sumber air untuk mengembangkan
irigasi suplemen. Deteksi air bawah permukaan dapat
dilakukan dengan
menggunakan Terameter.
Pengalaman Sistem Irigasi Pertanian di Niigata
Jepang
Sistem irigasi pertanian milik Mr. Nobutoshi
Ikezu di Niigata Prefecture. Di sini terlihat adanya manajemen
persediaan air yang cukup pada
pengelolaan pertaniannya. Sekitar 3 km dari tempat tersebut tedapat sungai
besar yang debit airnya cukup dan tidak berlebih. Air sungai dinaikan ke Tempat
penampungan air
menggunakan pompa berkekuatan besar. Tempat tersebut terlihat
sekitar 3 km dari pertanian milik
Mr.Nobutoshi Ikezu (Bangunan putih di bagian
tengah pada gambar di atas). Air dari tempat penampungan
dialirkan menggunakan
pipa-pipa air bawah tanah berdiameter 30 cm ke pertanian di sekitarnya.
Pipa Air bawah dengan Diameter 30 cm
Pada
setiap pemilik sawah terdapat tempat pembukaan air irigasi tersebut. Pembagian air ini bergilir berselang
sehari, yang berarti sehari keluar, sehari tutup. Penggunaannya sesuai dengan
kebutuhan sawah setempat yang dapat diatur menggunakan tuas yang dapat dibuka
tutup secara manual.
Tampak Pipa dari Luar
Dari
pintu pengeluaran air tersebut dialirkan ke sawahnya melalui pipa yang berada
di bawah permukaan sawahnya. Kalau di
tanah air kita pada umumnya air dialirkan melalui permukaan sawah.
Pintu Pengeluaran Air
Sedangkan
untuk mengatur ketinggian air dilakukan dengan cara menaikan dan menurunkan penutup pintu pembuangan
air secara manual seperti yang terlihat pada gambar di bawah.
Penutup Pintu secara Manual
Pembuangan
air dari sawah masuk saluran irigasi yang terbuat dari beton sehingga air dengan mudah kembali ke sungai
kecil, tanpa merembes terbuang ke bawah tanah. Pencegahan perembesan air
dilakukan dengan sangat efisien.
Pengalaman
Irigasi Perkebunan Kelapa Sawit
Ketersediaan
air merupakan salah satu faktor pembatas utama bagi produksi kelapa sawit.
Kekeringan menyebabkan penurunan laju fotosintesis dan distribusi asimilat
terganggu, berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman baik fase vegetatif
maupun fase generatif. Pada fase vegetatif kekeringan pada tanaman kelapa sawit
ditandai oleh kondisi daun tombak tidak membuka dan terhambatnya pertumbuhan
pelepah. Pada keadaan yang lebih parah kekurangan air menyebabkan kerusakan
jaringan tanaman yang dicerminkan oleh daun pucuk dan pelepah yang mudah patah.
Pada fase generatif kekeringan menyebabkan terjadinya penurunan produksi
tanaman akibat terhambatnya pembentukan bunga, meningkatnya jumlah bunga
jantan, pembuahan terganggu, gugur buah muda, bentuk buah kecil dan rendemen
minyak buah rendah.
Manajemen
irigasi perkebunan kelapa sawit, yaitu: membuat bak pembagi, pembangunan
alat pengukur debit manual di jalur sungai, membuat jaringan irigasi di lapang
untuk meningkatkan daerah layanan irigasi suplementer bagi tanaman kelapa sawit
seluas kurang lebih 1 ha, percobaan lapang untuk mengkaji pengaruh irigasi suplementer
(volume dan waktu pemberian) terhadap pertumbuhan vegetatif kelapa sawit dan
dampak peningkatan aliran dasar (base flow) terhadap performa kelapa
sawit pada musim kemarau, identifikasi lokasi pengembangan dan membuat untuk 4
buah Dam Parit dan upscalling pengembangan dam parit di daerah aliran
sungai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar