Rabu, 11 Februari 2015

Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran

Sistem Detektor
Sistem deteksi dan alarm kebakaran sangat penting untuk bangunan gedung, karena berfungsi sebagai pemberi peringatan pada penghuni bangunan agar segera menyelamatkan diri (Taufan, 2011).

Contoh skema sistem deteksi dan alarm

Menurut Sunarno (2006:86), sistem pendeteksi kebakaran adalah suatu sistem keteknikan yang terdiri dari beberapa alat yang secara otomatis mendeteksi panas, asap, atau hasil pembakaran lain dan akan menyalakan alarm. Dalam Bab 5 butir 5.7.1.1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 26/PRT/M/2008, menjelaskan bahwa sistem alarm kebakaran atau detektor kebakaran otomatik disyaratkan oleh bagian lain dari persyaratan teknis ini, maka harus disediakan dan dipasang sesuai dengan SNI 03-3985-2000.
Berdasarkan SNI 03-3985-2000 butir 4.2, klasifikasi detektor kebakaran menyebutkan bahwa untuk kepentingan standar ini, detektor kebakaran otomatik diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya seperti:
  1. Detektor panas, 
  2. Detektor asap, 
  3. Detektor nyala api, 
  4. Detektor gas kebakaran, dan 
  5. Detektor kebakaran lainnya. 
Untuk pemasangannya harus sesuai dengan standar dalam hal perletakan dan jarak antara detektor kebakaran seperti yang sudah dijelaskan pada SNI 03-3985-2000.

Detektor asap

Detektor nyala api

Detektor panas

Menurut Juwana (2005:153-154) pemasangan detektor panas harus memenuhi persyaratan antara lain:
  1. Dipasang pada posisi 15 mm hingga 100 mm di bawah permukaan langit-langit, 
  2. Untuk setiap luas lantai 46 m2 dengan tinggi langit-langit 3 meter, 
  3. Jarak antara detektor tidak lebih dari 7 meter untuk ruang aktif dan tidak lebih dari 10 meter untuk ruang sirkulasi, dan 
  4. Jarak detektor dengan dinding 30 cm.
Dalam perencanaan detektor yang akan dipasang ada beberapa hal yang dijadikan sebagai kriteria dan acuan selain berdasarkan aturan juga berdasarkan kondisi bangunan.
Contoh:
Di tempat parkir terdapat banyak kendaraan yang parkir dan banyak asap dari kendaraan tersebut. Hal tersebut berpengaruh dalam penentuan jenis detektor yang digunakan, karena tempat parkir banyak terdapat asap dari kendaraan baik mobil maupun sepeda motor, maka jenis detektor yang digunakan adalah jenis detektor panas, karena jika menggunakan detektor asap ataupun nyala api kurang sesuai. Hal ini dikarenakan bisa saja para sopir yang merokok dan asap dari kendaraan bisa mengganggu sistem detektor, terutama detektor asap. Maka yang ideal dalam perencanaan jenis detektor yang digunakan di tempat parkir adalah jenis detektor panas.

Sistem Alarm
Dalam perencanaan sistem alarm ini berhubungan langsung dengan sistem deteksi dan Indoor Hydrant Box (IHB). Penggunaan sistem alarm sangat membantu karena sebagai pemberi peringatan dini terhadap bahaya kebakaran.

Alarm yang terpasang pada IHB

Fire alarm

 Selain itu penggunaan panel kontrol deteksi dan alarm sangatlah penting untuk mendukung sistem deteksi dan alarm bekerja dengan baik. Berdasarkan SNI 03-3985-2000, bahwa:
  1. Panel kontrol deteksi dan alarm kebakaran dapat terdiri dari suatu panel kontrol atau suatu panel kontrol dengan satu atau beberapa panel bantu,
  2. Panel kontrol harus bisa menunjukkan asal lokasi kebakaran,
  3. Panel kontrol harus mampu membantu kerja detektor dan alarm kebakaran serta komponennya secara keseluruhan, dan
  4. Panel kontrol harus dilengkapi dengan peralatan-peralatan, sehingga operator dapat mengetahui kondisi instalasi pada saat normal maupun pada saat terdapat gangguan.
Untuk sistem deteksi dan alarm terdapat tiga sistem yaitu non addressable system, semi addreseble system, dan full addreseble system (Fire Protection System, dikutip dari: http://aloekmantara.blogspot.com).

Non addressable system:
Sistem ini disebut juga dengan conventional sistem. Pada sistem ini MCFA menerima sinyal masukan langsung dari semua detektor (biasanya jumlahnya sangat terbatas) tanpa pengalamatan dan langsung memerintahkan’ komponen keluaran untuk merespon masukan tersebut. Sistem ini umumnya digunakan pada bangunan/area supervisi berskala kecil, seperti perumahan, pertokoan atau pada ruangan-ruangan tertentu pada suatu bangunan yang diamankan.

Semi addressable system:
Pada sistem ini dilakukan pengelompokan/zoning pada detektor & alat penerima masukan berdasarkan area pengawasan (supervisory area). Masing-masing zona ini dikendalikan (baik input maupun output) oleh zone controller yang mempunyai alamat/address yg spesifik. Pada saat detektor atau alat penerima masukan lainnya memberikan sinyal, maka MCFA akan meresponnya (I/O) berdasarkan zone controller yg mengumpankannya. Dalam konstruksinya tiap zona dapat terdiri dari:
  1. satu lantai dalam sebuah bangunan/gedung
  2. beberapa ruangan yang berdekatan pada satu lantai di sebuah bangunan/gedung
  3. beberapa ruangan yang mempunyai karakteristik tai di sebuah bangunan/gedung
Pada display MCFA akan terbaca alamat zona yang terjadi gejala kebakaran, sehingga dengan demikian tindakan yang harus diambil dapat dilokalisir hanya pada zona tersebut.

Full addressable system:
Merupakan pengembangan dari sistem semi addressable. Pada sistem ini semua detector dan alat pemberi masukan mempunyai alamat yang spesifik, sehingga proses pemadaman dan evakuasi dapat dilakukan langsung pada titik yang diperkirakan mengalami kebakaran.

Alarm Kebakaran dan Manual Station serta Lampu Indikator
Titik panggil manual (manual station) merupakan bagian dari sistem deteksi dan alarm kebakaran dimana jika terjadi kebakaran penghuni ataupun petugas keamanan dapat memberitahukan kondisi bahaya kepada penghuni yang
ada di dalam gedung tersebut dengan menekan tombol yang ada pada panel. Dengan adanya pertanda bahaya kebakaran maka lampu indikator dan alarm dapat menyala sehingga penghuni dapat melakukan tindakan. Berdasarkan SNI 03-3985-2000 butir 11.2.3, penentuan manual station dan alarm kebakaran harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. Dekat panel kontrol harus selalu dipasang bel dan TPM (Titik Panggil Manual) yang mudah dicapai serta terlihat jelas,
  2. Semua TPM sebagaimana harus dipasang pada lintasan menuju ke luar dan dipasang pada ketinggian 1,4 meter dari lantai,
  3. TPM harus terpasang pada setiap lantai, dimana untuk setiap lantai TPM harus melayani luas maksimum 900 m2,
  4. Alarm harus mempunyai bunyi serta irama yang khas sehingga mudah dikenal sebagai alarm kebakaran, dan 
  5. Bunyi alarm tersebut mempunyai frekwensi kerja antara antara 500 – 1000 Hz dengan tingkat kekerasan suara minimal 65 dB (A).
Berdasarkan SNI 03-3985-2000 butir 12.2.4.6, menjelaskan bahwa alarm kebakaran harus dipasang pada ruang khusus dimana suara-suara dari luar tidak dapat terdengar.

Catatan Sumber:
  1. Taufan, Muhammad. Juni 2011. Sistem Splinker, (Online), (http: //engineering building. blogspot. com/2011/06/sistem - splinker. html).
  2. Sunarno. 2006. Mekanikal Elektrikal. Yogyakarta: ANDI.
  3. Standar Nasional Indonesia (SNI)03-3985-2000 tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan, dan Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung. 2000. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
  4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. 2008. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
  5. Mantara, Aloe. 29 September 2012. Fire Protection System (Sistem Fire Alarm), (Online), (http: //aloekmantara. blogspot. com/2012/09/fire - protection system - sistem - fire - alarm. html).
  6. Juwana, J. S. 2005. Sistem Bangunan Tinggi, Jakarta: Erlangga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar