Kamis, 05 Februari 2015

Bendung

Definisi
Bendung adalah suatu bangunan yang melintang pada aliran sungai (palung sungai), yang terbuat dari pasangan batu kali atu bronjong, atau beton, yang berfungsi untuk meniggikan muka air agar dapat dialirkan ke tempat yang diperlukan.


Umum
Lokasi bangunan bendung dan pemilihan tipe yang paling cocok dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu:
  1. tipe, bentuk dan morfologi sungai
  2. kondisi hidrolis antara lain elevasi yang diperlukan untuk irigasi
  3. topografi pada lokasi yang direncanakan,
  4. kondisi geologi teknik pada lokasi,
  5. metode pelaksanaan
  6. aksesibilitas dan tingkat pelayanan
Faktor-faktor yang disebutkan di atas akan dibicarakan dalam pasal-pasal berikut. Pasal terakhir akan memberikan tipe-tipe bangunan yang cocok untuk digunakan sebagai bangunan bendung dalam kondisi yang berbeda-beda.

Syarat-syarat Penentuan Lokasi Bendung
Aspek yang mempengaruhi dalam pemilihan lokasi bendung adalah:
  1. Pertimbangan topografi
  2. Kemantapan geoteknik fondasi bendung
  3. Pengaruh hidraulik
  4. Pengaruh regime sungai
  5. Tingkat kesulitan saluran induk
  6. Ruang untuk bangunan pelengkap bendung
  7. Luas layanan irigasi
  8. Luas daerah tangkapan air
  9. Tingkat kemudahan pencapaian
  10. Biaya pembangunan
  11. Kesepakatan stakeholder

Pertimbangan topografi
Lembah sungai yang sempit berbentuk huruf V dan tidak terlalu dalam adalah lokasi yang ideal untuk lokasi bendung, karena pada lokasi ini volume tubuh bendung dapat menjadi minimal. Lokasi seperti ini mudah didapatkan pada daerah pegunungan, tetapi di daerah datar dekat pantai tentu tidak mudah mendapatkan bentuk lembah seperti ini. Di daerah transisi (middle reach) kadang-kadang dapat ditemukan disebelah hulu kaki bukit. Sekali ditemukan lokasi yang secara topografis ideal untuk lokasi bendung, keadaan topografi di daerah tangkapan air juga perlu dicek. Apakah topografinya terjal sehingga mungkin terjadi longsoran atau tidak. Topografi juga harus dikaitkan dengan karakter hidrograf banjir, yang akan mempengaruhi kinerja bendung. Demikian juga topografi pada daerah calon sawah harus dicek. Yang paling dominan adalah pengamatan elevasi hamparan tertinggi yang harus diairi. Analisa ketersediaan selisih tinggi energi antara elevasi puncak bendung pada lokasi terpilih dan elevasi muka air pada sawah tertinggi dengan keperluan energi untuk membawa air ke sawah tersebut akan menentukan tinggi rendahnya bendung yang diperlukan. Atau kalau perlu menggeser ke hulu atau ke hilir dari lokasi yang sementara terpilih. Hal ini dilakukan mengingat tinggi bendung sebaiknya dibatasi 6-7 m. Bendung yang lebih tinggi akan memerlukan kolam olak ganda (double jump).

Kemantapan geoteknik
Keadaan geoteknik fondasi bendung harus terdiri dari formasi batuan yang baik dan mantap. Pada tanah aluvial kemantapan fondasi ditunjukkan dengan angka standar penetration test (SPT)>40. Bila angka SPT<40 sedang batuan keras jauh dibawah permukaan, dalam batas-batas tertentu dapat dibangun bendung dengan tiang pancang. Namun kalau tiang pancang terlalu dalam dan mahal sebaiknya dipertimbangkan pindah lokasi. Stratigrafi batuan lebih disukai menunjukkan lapisan miring ke arah hulu. Kemiringan ke arah hilir akan mudah terjadinya kebocoran dan erosi buluh. Sesar tanah aktif harus secara mutlak dihindari, sesar tanah pasif masih dapat dipertimbangkan tergantung justifikasi ekonomis untuk melakukan perbaikan fondasi. Geoteknik tebing kanan dan kiri bendung juga harus dipertimbangkan terhadap kemungkinan bocornya air melewati sisi kanan dan kiri bendung. Formasi batuan hilir kolam harus dicek ketahanan terhadap gerusan air akibat energi sisa air yang tidak bisa dihancurkan dalam kolam olak. Akhirnya muara dari pertimbangan geoteknik ini adalah daya dukung fondasi bendung dan kemungkinan terjadi erosi buluh dibawah dan samping tubuh bendung, serta ketahanan batuan terhadap gerusan.

Pengaruh Hidraulik
Keadaan hidraulik yang paling ideal bila ditemukan lokasi bendung pada sungai yang lurus. Pada lokasi ini arah aliran sejajar, sedikit arus turbulen, dan kecenderungan gerusan dan endapan tebing kiri kanan relatif sedikit. Dalam keadaan terpaksa, bila tidak ditemukan bagian yang lurus, dapat ditolerir lokasi bendung tidak pada bagian sungai yang lurus betul. Perhatian khusus harus diberikan pada posisi bangunan pengambilan yang harus terletak pada tikungan luar sungai. Hal ini dimaksudkan agar pengambilan air irigasi bisa lancar masuk ke intake dengan mencegah adanya endapan didepan pintu pengambilan. Maksud ini akan lebih ditunjang apabila terdapat bagian sungai yang lurus pada hulu lokasi bendung. Kadang-kadang dijumpai keadaan yang dilematis. Semua syarat-syarat pemilihan lokasi bendung sudah terpenuhi, tetapi syarat hidraulik yang kurang menguntungkan. Dalam keadaan demikian dapat diambil jalan kompromi dengan membangun bendung pada kopur atau melakukan perbaikan hidraulik dengan cara perbaikan sungai (river training). Kalau alternatif kopur yang dipilih maka bagian hulu bendung pada kopur harus lurus dan cukup panjang untuk mendapatkan keadaan hidraulis yang cukup baik.

Pengaruh regime sungai 
Regime sungai mempunyai pengaruh yang cukup dominan dalam pemilihan lokasi bendung. Salah satu gambaran karakter regime sungai yaitu adanya perubahan geometri sungai baik secara horizontal ke kiri dan ke kanan atau secara vertikal akibat gerusan dan endapan sungai. Bendung di daerah pegunungan dimana kemiringan sungai cukup besar, akan terjadi kecenderungan gerusan akibat gaya seret aliran sungai yang cukup besar. Sebaliknya di daerah dataran dimana kemiringan sungai relatif kecil akan ada pelepasan sedimen yang dibawa air menjadi endapan tinggi disekitar bendung. Jadi dimanapun kita memilih lokasi bendung tidak akan terlepas dari pengaruh endapan atau gerusan sungai.
Kecuali di pegunungan ditemukan lokasi bendung dengan dasar sungai dari batuan yang cukup kuat, sehingga mempunyai daya tahan batuan terhadap gerusan air yang sangat besar, maka regime sungai hampir tidak mempunyai pengaruh terhadap lokasi bendung.
Yang perlu dihindari adalah lokasi dimana terjadi perubahan kemiringan sungai yang mendadak, karena ditempat ini akan terjadi endapan atau gerusan yang tinggi. Perubahan kemiringan dari besar menjadi kecil akan mengurangi gaya seret air dan akan terjadi pelepasan sedimen yang dibawa air dari hulu. Dan sebaliknya perubahan kemiringan dari kecil ke besar akan mengkibatkan gerusan pada hilir bendung. Meskipun keduanya dapat diatasi dengan rekayasa hidraulik, tetapi hal yang demikan tidak disukai mengingat memerlukan biaya yang tinggi. Untuk itu disarankan memilih lokasi yang relatif tidak ada perubahan kemiringan sungai.

Tingkat kesulitan saluran induk
Lokasi bendung akan membawa akibat arah trace saluran induk. Pada saat lokasi bendung dipilih dikaki bukit, maka saluran induk biasanya berupa saluran kontur pada kaki bukit yang pelaksanaannya tidak terlalu sulit. Namun hal ini biasanya elevasi puncak bendung sangat terbatas, sehingga luas layanan irigasi juga terbatas. Hal ini disebabkan karena tinggi bendung dibatasi 6-7 m saja.
Untuk mengejar ketinggian dalam rangka mendapatkan luas layanan yang lebih luas, biasanya lokasi bendung digeser ke hulu. Dalam keadaan demikian saluran induk harus menyusuri tebing terjal dengan galian yang cukup tinggi. Sejauh galian lebih kecil 8m dan timbunan lebih kecil 6 m, maka pembuatan saluran induk tidak terlalu sulit. Namun yang harus diperhatikan adalah formasi batuan di lereng dimana saluran induk itu terletak. Batuan dalam volume besar dan digali dengan teknik peledakan akan mengakibatkan beaya yang sangat mahal, dan sebisa mungkin dihindari. Kalau dijumpai hal yang demikian, lokasi bendung digeser sedikit kehilir untuk mendapatkan solusi yang kompromistis antara luas area yang didapat dan kemudahan pembuatan saluran induk.

Ruang untuk bangunan pelengkap bendung
Meskipun dijelaskan dalam butir 1 bahwa lembah sempit adalah pertimbangan topografis yang paling ideal, tetapi juga harus dipertimbangkan tentang perlunya ruangan untuk keperluan bangunan pelengkap bendung. Bangunan tersebut adalah kolam pengendap, bangunan kantor dan gudang, bangunan rumah penjaga pintu, saluran penguras lumpur, dan komplek pintu penguras, serta bangunan pengukur debit. Kolam pengendap dan saluran penguras biasanya memerlukan panjang 300 – 500 m dengan lebar 40 - 60 m, diluar tubuh bendung. Lahan tambahan diperlukan untuk satu kantor, satu gudang dan 2-3 rumah penjaga bendung. Pengalaman selama ini sebuah rumah penjaga bendung tidak memadai, karena penghuni tunggal akan terasa jenuh dan cenderung meninggalkan lokasi.

Luas layanan irigasi
Lokasi bendung harus dipilih sedemikian sehingga luas layanan irigasi cukup memadai agar pengembangan irigasi dapat layak. Lokasi bendung yang cenderung kearah hulu akan mendapatkan luas layanan lebih besar dibanding lokasi bendung cenderung dihilirnya. Namun demikian justifikasi ekonomi harus dilakukan untuk mengecek hubungan antara tinggi bendung dan luas layanan irigasi. Beberapa bendung yang perencanaannya sudah definitip, kadang-kadang dijumpai penurunan tinggi bendung 1m, yang dapat menghemat beaya pembangunan milyaran rupiah, hanya mengakibatkan pengurangan luas beberapa puluh Ha saja. Oleh karena itu kajian tentang kombinasi tinggi bendung dan luas layanan irigasi perlu dicermati sebelum diambil keputusan final.

Luas daerah tangkapan air
Pada sungai bercabang lokasi bendung harus dipilih sebelah hulu atau hilir cabang anak sungai. Pemilihan sebelah hilir akan mendapatkan daerah tangkapan air yang lebih besar, dan tentunya akan mendapatkan debit andalan lebih besar, yang muaranya akan mendapatkan potensi irigasi lebih besar. Namun pada saat banjir elevasi deksert harus tinggi untuk menampung banjir 100 tahunan ditambah tinggi jagaan (free board) atau menampung debit 1000 tahunan tanpa tinggi jagaan.
Lokasi di hulu anak cabang sungai akan mendapatkan debit andalan dan debit banjir relatip kecil, namun harus membuat bangunan silang sungai untuk membawa air dihilirnya. Kajian teknis, ekonomis, dan sosial harus dilakukan dalam memilih lokasi bendung terkait dengan luas daerah tangkapan air.

Tingkat kemudahan pencapaian
Setelah lokasi bendung ditetapkan secara definitip, akan dilanjutkan tahap perencanaan detail, sebagi dokumen untuk pelaksanaan implementasinya. Dalam tahap pelaksanaan inilah dipertimbangkan tingkat kemudahan pencapaian dalam rangka mobilisasi alat dan bahan serta demobilisasi setelah selesai pelaksanaan fisik.
Memasuki tahap operasi dan pemeliharaan bendung, tingkat kemudahan pencapaian juga amat penting. Kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi, dan inspeksi terhadap kerusakan bendung memerlukan jalan masuk yang memadai untuk kelancaran pekerjaan.
Atas dasar pertimbangan tersebut maka dalam menetapkan lokasi bendung harus dipertimbangkan tingkat kemudahan pencapaian lokasi.

Biaya pembangunan
Dalam pemilihan lokasi bendung , perlu adanya pertimbangan pemilihan beberapa alternatif, dengan memperhatikan adanya faktor dominan. Faktor dominan tersebut ada yang saling memperkuat dan ada yang saling melemahkan. Dari beberapa alternatip tersebut selanjutnya dipertimbangkan metode pelaksanaannya serta pertimbangan lainnya antara lain dari segi O & P. Hal ini antara lain akan menentukan besarnya beaya pembangunan. Biasanya biaya pembangunan ini adalah pertimbangan terakhir untuk dapat memastikan lokasi bendung dan layak dilaksanakan.

Kesepakatan pemangku kepentingan
Sesuai amanat dalam UU No.7/2004 tentang Sumberdaya Air dan Peraturan Pemerintah No.20/2006 tentang Irigasi bahwa keputusan penting dalam pengembangan sumberdaya air atau irigasi harus didasarkan kesepakatan pemangku kepentingan lewat konsultasi publik. Untuk itu keputusan mengenai lokasi bendungpun harus dilakukan lewat konsultasi publik, dengan menyampaikan seluas-luasnya mengenai alternatif-alternatif lokasi, tinjauan dari aspek teknis, ekonomis, dan sosial. Keuntungan dan kerugiannya, dampak terhadap para pemakai air di hilir bendung, keterpaduan antar sektor, prospek pemakaian air dimasa datang harus disampaikan pada pemangku kepentingan terutama masyarakat tani yang akan memanfaatkan air irigasi.

Rekomendasi syarat pemilihan lokasi bendung sebagai berikut:
  1. Topografi: dipilih lembah sempit dan tidak terlalu dalam dengan mempetimbangkan topografi di daerah tangkapan air maupun daerah layanan irigasi
  2. Geoteknik: dipilih dasar sungai yang mempunyai daya dukung kuat, stratigrafi lapisan batuan miring ke arah hulu, tidak ada sesar aktif, tidak ada erosi buluh, dan dasar sungai hilir bendung tahan terhadap gerusan air. Disamping itu diusahakan keadaan batuan tebing kanan dan kiri bendung cukup kuat dan stabil serta relatif tidak terdapat bocoran samping.
  3. Hidraulik: dipilih bagian sungai yang lurus. Jika bagian sungai lurus tidak didapatkan, lokasi bendung ditolerir pada belokan sungai; dengan syarat posisi bangunan intake harus terletak pada tikungan luar dan terdapat bagian sungai yang lurus di hulu bendung. Kalau yang terakhir inipun tidak terpenuhi perlu dipertimbangkan pembuatan bendung di kopur atau dilakukan rekayasa perbaikan sungai (river training).
  4. Regime sungai: Hindari lokasi bendung pada bagian sungai dimana terjadi perubahan kemiringan sungai secara mendadak, dan hindari bagian sungai dengan belokan tajam. Pilih bagian sungai yang lurus mempunyai kemiringan relatif tetap sepanjang penggal tertentu.
  5. Saluran induk: Pilih lokasi bendung sedemikian sehingga pembangunan saluran induk dekat bendung tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mahal. Hindari trace saluran menyusuri tebing terjal apalagi berbatu. Usahakan ketinggian galian tebing pada saluran induk kurang dari 8m dan ketinggian timbunan kurang dari 6 m.
  6. Ruang untuk bangunan pelengkap: Lokasi bendung harus dapat menyediakan ruangan untuk bangunan pelengkap bendung, utamanya untuk kolam pengendap dan saluran penguras dengan panjang dan lebar masing-masing kurang lebih 300 -500 m dan 40 – 60m.
  7. Luas layanan irigasi: Lokasi bendung harus sedemikian sehingga dapat memberikan luas layanan yang memadai terkait dengan kelayakan sistem irigasi. Elaborasi tinggi bendung (yang dibatasi sampai dengan 6-7 m), menggeser lokasi bendung ke hulu atau ke hilir, serta luas layanan irigasi harus dilakukan untuk menemukan kombinasi yang paling optimal.
  8. Luas daerah tangkapan air: Lokasi bendung harus dipilih dengan mempertimbangkan luas daerah tangkapan, terkait dengan debit andalan yang didapat dan debit banjir yang mungkin terjadi menghantam bendung. Hal ini harus dikaitkan dengan luas layanan yang didapat dan ketinggian lantai layanan dan pembangunan bangunan melintang anak sungai (kalau ada).
  9. Pencapaian mudah: Lokasi bendung harus relatip mudah dicapai untuk keperluan mobilisasi alat dan bahan saat pembangunan fisik maupun operasi dan pemeliharaan. Kemudahan melakukan inspeksi oleh aparat pemerintah juga harus dipertimbangkan masak-masak.
  10. Biaya pembangunan yang efisien: dari berbagai alternatif lokasi bendung dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang dominan, akhirnya dipilih lokasi bendung yang beaya konstruksinya minimal tetapi memberikan ouput yang optimal.
  11. Kesepakatan stake holder: apapun keputusannya, yang penting adalah kesepakatan antar pemangku kepentingan lewat konsultasi publik. Untuk itu direkomendasikan melakukan sosialisasi pemilihan lokasi bendung.
Ada beberapa karakteristik sungai yang perlu dipertimbangkan agar dapat diperoleh perencanaan bangunan bendung yang baik. Beberapa di antaranya adalah: kemiringan dasar sungai, bahan-bahan dasar dan morfologi sungai Diandaikan bahwa jumlah air yang mengalir dan distribusinya dalam waktu bertahun-tahun telah dipelajari dan dianggap memadai untuk kebutuhan irigasi.

Kemiringan dasar sungai dan bahan dasar
Kemiringan dasar sungai bisa bervariasi dari sangat curam sampai hampir datar di dekat laut. Dalam beberapa hal, ukuran bahan dasar akan bergantung kepada kemiringan dasar. Gambar 1 memberikan ilustrasi berbagai bagian sungai berkenaan dengan kemiringan ini. Di daerah pegunungan, kemiringan sungai curam dan bahan-bahan dasar berkisar antara batu-batu sangat besar sampai pasir. Batu berdiameter sampai 1000 mm bisa hanyut selama banjir besar dan berhenti di depan pengambilan serta mengganggu berfungsinya bangunan pengambilan.
Di daerah-daerah aliran sungai di mana terdapat kegiatan gunung api, banjir besar dapat menghanyutkan endapan bahan-bahan volkanik menjadi banjir lahar. Dalam perencanaan bangunan, lahar ini tidak dapat diperhitungkan; tindakan-tindakan mencegah terjadinya banjir lahar demikian sebaiknya diambil di tempat lain.

Ruas-ruas sungai

Akibat banjir lahar

Selain lahar, daerah-daerah yang mengandung endapan volkanik dapat menghasilkan bahan-bahan sedimen yang berlebihan untuk jangka waktu lama. Di daerah-daerah gunung api muda (Jawa, Sumatera dan Bali), tinggi dasar ruas-ruas sungai yang curam biasanya belum stabil dan degredasi atau agradasi umumnya tinggi.
Kecendrungan degradasi mungkin untuk sementara waktu berbalik menjadi agradasi, jika lebih banyak lagi sedimen masuk ke dasar sungai setelah terjadi tanah longsor atau banjir lahar di sepanjang sungai bagian atas.

Agradasi dan degradasi

Sungai-sungai yang sudah stabil dapat dijumpai di daerah-daerah gunung atau gunung api tua dan pengaruh dari gejala-gejala agradasi atau degradasi terhadap tinggi dasar sungai tidak akan tampak sepanjang umur proyek. Gunung-gunung yang lebih tua terdapat di Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya serta di pulau-pulau lain yang lebih kecil di seluruh kepulauan Nusantara.
Terdapatnya batu singkapan atau rintangan alamiah berupa batu-batu besar dapat menstabilkan tinggi dasar sungai sampai beberapa kilometer di sebelah hulu; cek ini penting sehubungan dengan degradasi. Apabila di dasar sungai terdapat cek dan alamiah berupa batu besar, maka stabilitas dam tersebut selama terjadi banjir besar hendaknya diselidiki, sebab kegagalan akan berakibat degradasi yang cepat di sebelah hulu.
Kadang-kadang lapisan konglomerat sementasi merupakan cek di sungai. Lapisanlapisan konglomerat ini rawan terhadap abrasi cepat oleh bahan-bahan sedimen keras yang bergerak di sungai. Lapisan ini dapat menghilang sebelum umur bangunan yang diharapkan lewat.
Di luar daerah pegunungan kemiringan dasar sungai akan menjadi lebih kecil dan bahan-bahan sedimen dasarnya terdiri dari pasir, kerikil dan batu kali. Potongan dasar sungai yang dalam bisa merupakan petunjuk bahwa degradasi sedang terjadi atau bahwa dasar tersebut telah mencapai tinggi yang seimbang. Hal ini hanya dapat dipastikan bila keadaan tersebut telah berlangsung lama.
Jika dasar sungai menjadi dangkal atau lebar, terisi pasir dan kerikil, maka hal ini dapat dijadikan petunjuk bahwa dasar tersebut sedang mengalami agradasi secara berangsur-angsur. Dam atau rintangan alamiah yang ada akan menjaga kestabilan dasar sungai sampai ruas tertentu, sedangkan sebelah hilir atau hulu ruas tersebut mengalami degradasi atau agradasi.

Pengaruh rintangan (cek) alamiah

Pekerjaan-pekerjaan pengaturan sungai, seperti sodetan meander dan pembuatan krib atau lindungan tanggul, juga akan mempengaruhi gerak dasar sungai. Pada umumnya pekerjaan-pekerjaan ini akan menyebabkan degradasi dasar sungai akibat kapasitas angkutnya bertambah.
Dasar sungai di ruas bawah akan terdiri dari pasir sedang dan halus, mungkin dengan lapisan lanau dan lempung.
Apabila sungai mengalir ke laut atau danau, maka kemiringan dasarnya kecil, dan tergantung pada banyaknya sedimen yang diangkut oleh sungai itu, sebuah delta dapat terbentuk. Terbentuknya delta merupakan pertanda pasti bahwa ruas bawah sungai dalam keadaan agradasi.

Terbentuknya delta

Morfologi sungai
Apabila tanggul sungai terdiri dari batu, konglomerat sementasi atau batu-batu, maka dapat diandaikan bahwa sungai itu stabil dengan dasarnya yang sekarang. Jika dasar sungai penuh dengan batu-batu dan kerikil-kerikil, maka arah sungai tidak akan tetap dan palung kecil akan berpindah-pindah selama terjadi banjir besar.
Vegetasi alamiah bisa membuat tanggul menjadi stabil. Tanggul yang tidak ditumbuhi pepohonan dan semak belukar akan mudah terkena erosi. Sebaiknya, di daerah-daerah lahar tanggul-tanggul batu yang stabil dapat terkikis dan palung besar yang lebar bisa terbentuk di sungai itu.
Dalam keadaan aslinya, hanya sedikit saja sungai yang lurus sampai jarak yang jauh. Bahkan pada ruas lurus mungkin terdapat pasir, kerikil atau bongkah-bongkah batu. Kecendrungan alamiah suatu sungai yang mengalir melalui daerah-daerah endapan alluvial adalah terjadinya meandering atau anyaman (braiding), tergantung apakah terbentuk alur tunggal atau beberapa alur kecil. Bahkan pada ruas yang berbeda dapat terbentuk meander dan anyaman.

Morfologi sungai

Biasanya terdapat lebar tertentu di sungai tempat di sepanjang sungai yang merupakan batas meander. Ini disebut batas meander. Besarnya batas meander ini merupakan data penting perencanaan tanggul banjir di sepanjang sungai.

Sungai bermeander dan terowongan

Untuk perencanaan bangunan utama, kita perlu mengetahui apakah meander di lokasi bangunan yang direncana stabil atau rawan terhadap erosi selama terjadi banjir.
Apabila tersedia peta-peta foto udara lama, maka peta-peta ini akan diperiksa dengan seksama guna membuat penyesuaian-penyesuaian morfologi sungai. Penduduk setempat mungkin dapat memberikan keterangan yang bermanfaat mengenai stabilitas tanggul sungai.
Pada waktu mengevaluasi stabilitas tanggul sungai, naiknya muka air setelah selesainya pelaksanaan bangunan bendung harus diperhitungkan. Ada satu hal yang harus mendapat perhatian khusus, yakni apakah vegetasi yang ada mampu bertahan hidup pada muka air tinggi, atau akan lenyap beberapa waktu kemudian. Tindakan-tindakan apa saja yang akan diambil guna mempertahankan stabilitas tanggul?
Ruas-ruas yang teranyam tidak akan memberikan kondisi yang baik untuk perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan bendung, karena aliran-aliran rendah tersebut akan tersebar di dasar sungai lebar yang terdiri dari pasir. Ruas-ruas demikian sebaiknya dihindari, kalau mungkin, atau dipilih bagian yang sempit dengan aliran alur yang terkonsentrasi. Sungai-sungai tertentu mempunyai bantaran pada ruas-ruas yang landai yang akan tergenang banjir beberapa kali setiap tahunnya. Di sepanjang sungai mungkin terbentuk tanggul-tanggul rendah alamiah akibat endapan pasir halus dan lanau. Selama banjir besar tanggul-tanggul ini bisa bobol dan mengakibatkan arah dasar sungai berubah sama sekali.

Muka air
Muka air rencana di depan pengambilan bergantung pada:
  1. elevasi muka air yang diperlukan untuk irigasi (eksploitasi normal)
  2. beda tinggi energi pada kantong lumpur yang diperlukan untuk membilas sedimen dari kantong
  3. beda tinggi energi pada bangunan pembilas yang diperlukan untuk membilas sedimen dekat pintu pengambilan.
  4. beda tinggi energi yang diperlukan untuk meredam energi pada kolam olak.
Untuk elevasi muka air yang diperlukan, tinggi, kedalaman air dan kehilangan tinggi energi
berikut harus dipertimbangkan:
  1. elevasi sawah yang akan diairi
  2. kedalaman air di sawah
  3. kehilangan tinggi energi di saluran dan boks tersier
  4. kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier
  5. variasi muka air untuk eksploitasi di jaringan primer
  6. panjang dan kemiringan saluran primer
  7. kehilangan tinggi energi pada bangunan-bangunan di jaringan primer sipon, pengatur, flum, dan sebagainya
  8. kehilangan tinggi energi di bangunan utama

Topografi
Topografi pada lokasi yang direncanakan sangat mempengaruhi perencanaan dan biaya
pelaksanaan bangunan utama:
  1. Harus cukup tempat di tepi sungai untuk membuat kompleks bangunan utama termasuk kantong lumpur dan bangunan-bangunan pembilas.
  2. Topografi sangat memperngaruhi panjang serta tata letak tanggul banjir dan tanggul penutup, kalau ini diperlukan
  3. Topografi harus dipelajari untuk membuat perencanaan trase saluran primer yang tidak terlalu mahal.

Kondisi Geologi teknik
Yang paling penting adalah pondasi bangunan utama. Daya dukung dan kelulusan tanah bawah merupakan hal-hal penting yang sangat berpengaruh terhadap perencanaan bangunan utama besar sekali. Masalah-masalah lain yang harus diselidiki adalah kekuatan bahan terhadap erosi, tersedianya bahan bangunan (sumber bahan timbunan) serta parameter-parameter tanah untuk stabilitas tanggul.

Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan akan dipertimbangkan juga dalam pemilihan lokasi yang cocok pada tahap awal penyelidikan.
Pada gambar 8 diberikan 2 alternatif pelaksanaan yang biasa diterapkan yaitu:
  1. pelaksanaan di sungai
  2. pelaksanaan pada sodetan/kopur di samping sungai
Lokasi yang dipilih harus cocok dengan metode pelaksanaan dan pekerjaan-pekerjaan sementara yang dibutuhkan.
Pekerjaan-pekerjaan sementara yang harus dipertimbangkan adalah:
  1. Kemungkinan pembuatan saluran pengelak: Saluran pengelak akan dibuat jika konstruksi dilaksanakan di dasar sungai yang dikeringkan. Kemudian aliran sungai akan dibelokkan untuk sementara.
  2. Bendungan sementara: Bendungan sementara (cofferdam) adalah bangunan sementara di sungai untuk melindungi lokasi pekerjaan.
  3. Tempat kerja (construction pit): Tempat kerja adalah tempat di mana bangunan akan dibuat. Biasanya lokasi cukup dalam dan perlu dijaga tetap kering dengan jalan memompa air di dalamnya.
  4. Kopur (sudetan): Jika pekerjaan dilakukan di luar alur sungai di tempat yang kering dan dilakukan dengan memiintas (disodet), maka ini disebut kopur; dimana lengan sungai lama kemudian harus ditutup.
  5. Dewatering (pengeringan air permukaan dan penurunan muka air tanah)
  6. Tanggul penutup: Tanggul penutup diperlukan untuk menutup saluran pengelak atau lengan sungai lama setelah pelaksanaan konstruksi bendung pengelak selesai.

Aksesibilitas dan Tingkat Pelayanan
Kemudahan transportasi, sarana dan prasarana menuju lokasi bangunan akan sangat membantu dalam persiapan pelaksanaan pekerjaan, pelaksanaan pembangunan bendung maupun dalam melaksanakan kegiatan operasi dan pemeliharaan bila bangunan bendung telah selesai dibangun dan mulai dioperasikan.

Desain Bendungan






Tidak ada komentar:

Posting Komentar