Selasa, 11 Februari 2014

Sistem Proteksi Kebakaran Pasif Tempat Parkir

Dalam perencanaan bangunan gedung khususnya area parkir sistem proteksi kebakaran pasif harus dipenuhi. Sistem proteksi kebakaran pasif bertumpu pada rancangan bangunan yang diharapkan mampu memperkecil resiko bahaya kebakaran. Sistem proteksi kebakaran pasif diantarnya adalah: (1) lapis perkerasan (hard standing) dan jalur akses masuk (acces way), (2) akses petugas pemadam kebakaran, (3) pintu keluar/pintu kebakaran, (4) jalan keluar/akses evakuai, (5) tangga darurat/tangga kebakaran, dan (6) pengendali asap.

Lapis Perkerasan (Hard Standing) dan Jalur Akses Masuk (Acces Way)
Lapisan perkerasan (hard standing) dan jalur akses masuk (acces way) sangat penting sebagai penunjang dalam sistem proteksi kebakaran pada sebuah bangunan tinggi. Lapisan perkerasan (hard standing) dan jalur akses masuk (acces way) merupakan jalur atau area mobil kebakaran untuk melakukan pemadaman kebakaran. Dalam Bab 2 butir 2.3.4 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 26/PRT/M/2008 dan SNI 03-1735-2000 butir 4.2, bangunan yang mempunyai ketinggian lebih dari 10 meter harus terdapat lapisan perkerasan (hard standing) dan jalur masuk (acces way) minimal pada dua sisi bangunan yang
diletakkan pada posisi yang dapat langsung mencapai bukaan akses pemadam kebakaran pada bangunan dan harus dapat mengakomodasi jalan masuk dan maneuver mobil pemadam, mobil pompa, dan mobil tangga dan sebagainya, serta harus sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan, dalam hal ukuran, bahan, kedataran, dan lain-lain.
Selain itu lapis perkerasan (hard standing) dan jalur akses masuk (acces way) harus diberi penandaan jalur untuk memudahkan petugas pemadam kebakaran untuk mengetahui posisi area tersebut baik pada malam hari. Untuk peraturan-peraturan penandaan jalur dalam hal peletakan, ukuran, bahan, warna, dan lain-lain.

Akses Petugas Pemadam Kebakaran
Di sebuah bangunan gedung termasuk tempat parkir sangat perlu disediakan akses petugas pemadam kebakaran, agar petugas pemadam kebakaran dapat langsung atau dengan mudah untuk masuk ke dalam bangunan saat terjadi kebakaran. Dalam Bab 2 butir 2.4 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 26/PRT/M/2008 dan SNI 03-1735-2000 butir 6, akses petugas pemadam kebakaran dibuat melalui dinding luar untuk operasi pemadam kebakaran. Bukaan tersebut harus siap dibuka dari dalam maupun luar atau terbuat dari bahan yang mudah dipecahkan, dan senantiasa bebas hambatan. Ukuran bukaan akses petugas pemadam kebakaran minimal 0,85 m (lebar) dan minimal 1 m (tinggi), dengan tinggi ambang bawah maksimal 1 m dan tinggi maksimal 1,8 m di atas permukaan lantai bagian dalam.
Bukaan akses pemadam kebakaran harus diberi tanda segitiga dengan warna merah dengan ukuran tiap sisi minimum 150 mm dan diletakkan pada sisi luar dan sisi dalam dinding dan diberi tulisan: “AKSES PEMADAM KEBAKARAN – JANGAN DIHALANGI” dengan ukuran tinggi minimal 50 mm.

Pintu Keluar/Pintu Kebakaran
Dalam sebuah bangunan, termasuk tempat parkir harus memiliki pintu keluar/pintu kebakaran, jika dalam keadaan darurat seperti kebakaran yang digunakan untuk akses evakuasi. Dalam Bab 3 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 26/PRT/M/2008, setiap pintu kebakaran harus dirancang dan dipasang mampu berayun dari posisi manapun hingga mencapai posisi terbuka penuh. Menurut Juwana (2005:136), beberapa syarat yang perlu dipenuhi oleh pintu keluar/pintu kebakaran, di antaranya adalah: (1) pintu harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya dua jam; (2) pintu harus dilengkapi dengan: minimal 3 engsel, alat penutup pintu otomatis (door closer), tuas/tungkai pembuka pintu (panic bar), tanda peringatan: “PINTU DARURAT – TUTUP KEMBALI”, dan kaca tahan api (maksimal 1 m2) diletakkan di setengah bagian atas dari daun pintu; dan (3) pintu harus dicat dengan warna merah.

Jalan Keluar/Akses Evakuasi
Jalan keluar merupakan salah satu syarat keselamatan pada bangunan gedung. Dalam perencanaannya, jalan keluar harus dipisahkan bagian lain bangunan gedung, konstruksi pemisahnya harus mempunyai tingkat ketahanan api 2 jam, apabila jalur keluar menghubungkan empat lantai atau lebih seperti yang telah dijelaskan dalam Bab 3 butir 3.5.1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 26/PRT/M/2008 dan SNI 03-1746-2000.
Menurut Juwana (2005:137), Bab 3 butir 3.17.1.5.1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 26/PRT/M/2008 dan SNI 03-6574-2001 butir 5.2.3, koridor dan jalur keluar harus dilengkapi dengan tanda yang menunjukkan arah dan lokasi pintu keluar. Tanda “EXIT” atau “KELUAR” dengan anak panah menunjukkan arah menuju pintu keluar atau tangga kebakaran/darurat, dan harus ditempatkan pada setiap lokasi dimana pintu keluar terdekat tidak dapat langsung terlihat. Menurut Juwana (2005:137) dan dalam Bab 3 butir 3.17.6.3 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 26/PRT/M/2008, tanda arah yang di iluminasi eksternal harus diiluminasi oleh sekurang-kurangnya 54 lux.
Pada jalan keluar selain harus diberi pencahayaan darurat saat terjadi kebakaran dan lampu mati. Perencanaan lampu darurat seperti yang dijelaskan pada SNI 03-6574-2001 antara lain: (1) harus terus menyala selama penghuni membutuhkan sarana jalan keluar; (2) harus bekerja secara otomatis, mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman, dan sesuai standar yang berlaku; (3) lampu darurat yang dioperasikan dengan battery dipakai hanya dari jenis yang handal dan dapat di isi ulang (rechargeable), tersedia selalu dalam kondisi terisi.

Tangga Darurat/Tangga Kebakaran
Bangunan gedung yang digunakan tempat parkir selain disediakan ramp dengan kemiringan tertentu, juga harus disediakan sarana vertikal lainnya, seperti tangga darurat. Dalam Bab 1 butir 69 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 26/PRT/M/2008, menjelaskan bahwa tangga kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi kebakaran. Menurut Juwana (2005:139) dan dalam Bab 3 butir 3.8.1.1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 26/PRT/M/2008, bahwa semua tangga darurat, terutama pada bangunan tinggi harus aman dan terlindung dari api dan gas panas yang beracun.
Pada tangga darurat harus diadakan penandaan jalur tangga, seperti yang dijelaskan dalam Bab 3 butir 3.8.4 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor: 26/PRT/M/2008, bahwa tangga harus disediakan dengan tanda pengenal khusus di dalam ruang terlindung pada setiap bordes lantai, penandaan harus menunjukkan tingkat lantai dan menunjukkan akhir teratas dan terbawah dari ruang tangga terlindung sampai ke arah eksis pelepasan.

Pengendali Asap
Sistem pengendali asap merupakan salah satu pengaman terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung. Sesuai dengan fungsinya, pengendali asap dirancang untuk menghalangi aliran asap ke dalam sarana jalan keluar, tempat berlindung dan lain-lain. Dalam perencanaan pengendali asap ada beberapa kriteria yang disyaratkan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 26/PRT/M/2008 Bab 4 butir 4.9 antara lain: (1) dibuat untuk membagi-bagi ruangan dalam rangka membatasi gerakan asap; (2) dibuat menerus dari dinding luar ke dinding luar, dari lantai ke lantai atau dari penghalang asap ke pengahalang asap atau kombinasinya; (3) penghalang api yang digunakan sebagai pengahalang asap asalkan dapat membatasi gerakan asap; (4) pintu penghalang asap harus benar-benar menutupi bukaan pintu, tidak boleh ada celah sedikitpun pada daun pintu; dan (5) pintu penghalang asap harus bisa menutup sendiri secara otomatis. Menurut Juwana (2005:145) untuk dinding penghalang asap harus tahan terhadap api minimal 2 jam dan untuk pintu penghalang asap harus tahan terhadap api minimal 1,5 jam.
Menurut Juwana (2005:143) beberapa media yang dapat digunakan untuk mengendalikan asap sangat tergantung dari fungsi dan luas bangunan, di antaranya: (1) saluran ventilasi udara yang merupakan sistem pengendali asap otomatis, sistem ini dapat berupa bagian dari sistem tata udara atau ventilasi dengan peralatan mekanis (exhaust fan atau blower); dan (2) sistem penyedotan asap melalui saluran kipas udara di atas bangunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar