Pada tahun 1980, Jakarta mengalami peningkatan jumlah kemacetan lalu lintas dan jalan layang menjadi satu-satunya solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Salah satu perusahaan konstruksi yang beroperasi pada waktu itu adalah PT Hutama Karya, yang dikontrak untuk membangun jalan layang di atas jalan A. Yani, sebuah jalan yang arus lalu lintasnya sangat padat. Selama konstruksi jalan layang di atasnya, jalan A. Yani ini tidak boleh ditutup karena jika jalan ini ditutup, akan terjadi kemacetan yang luar biasa di Jakarta. Selain di atas jalan A. Yani, PT Hutama Karya juga dikontrak untuk membangun jalan layang di atas jalur penghubung Cawang-Tanjung Priok yang juga sangat padat arus lalu lintasnya.
Masalah yang dihadapi dalam kedua proyek tersebut sama, yaitu “bagaimana cara membangun jalan layang di atas jalan tanpa menutup akses ke jalan yang sudah ada di bawah jalan layang tersebut”. Saat itu, belum ada metode yang dapat digunakan untuk membangun jalan layang tanpa menutup akses jalan di bawahnya. Saat itu, hanya tersedia metode konstruksi menara konvensional yang hanya dapat dilakukan dengan menutup akses jalan raya. Kedua masalah inilah yang akhirnya melatarbelakangi lahirnya teknik konstruksi Sosrobahu, sebuah teknik konstruksi temuan insinyur Indonesia yang sangat populer di dunia.Ir. Tjokorda Raka Sukawati yang merupakan lulusan teknik sipil ITB adalah pencetus lahirnya teknik Sosrobahu ini. Konsep teknik Sosrobahu lahir karena beliau terinspirasi ketika ia sedang memperbaiki mobil Mercedesnya. Saat ia sedang memperbaiki mobil, ia mengangkat kedua ban depan dengan dongkrak hidrolik, sementara kedua ban belakangnya tetap bertumpu di lantai. Ketika itu, lantai yang menjadi tumpuan kedua ban belakang tersebut licin karena adanya ceceran oli yang tumpah dari mobil secara tidak sengaja. Ir. Tjokorda tidak sengaja menyentuh mobil dan ketika mobil tersentuh, badan mobil berputar dengan sumbu batang dongkrak hidrolik. Kejadian ini menginspirasi Ir. Tjokorda bahwa pompa hidrolik bisa dipakai untuk mengangkat benda berat dan bila bertumpu pada permukaan yang licin, benda berat tersebut mudah digeser. Ir. Tjokorda terinspirasi untuk menerapkan prinsip ini untuk mengangkat dan memindahkan beton fondasi pembangunan jalan layang.
Awalnya Ir. Tjokorda bereksperimen dengan membuat silinder berdiameter 20 cm sebagai batang dongkrak hidrolik. Batang ini ditindih beton seberat 80 ton. Hasilnya bisa diangkat dan dapat berputar sedikit tetapi tidak bisa turun ketika dilepas. Ternyata dongkrak tersebut miring posisinya. Hal ini kemudian disempurnakan oleh Tjokorda. Untuk membuat rancangan yang lebih tepat, Tjokorda mengacu pada Hukum Pascal yang menyatakan “Bila zat cair pada ruang tertutup diberikan tekanan, maka tekanan akan diteruskan ke segala arah”. Zat cair yang digunakan adalah minyak pelumas. Segala perhitungan yang digunakan dalam perancangan konsep Tjokorda ini dilakukan dengan menggunakan Rumus Sukawati. Rumus ini dinamai Sukawati karena Ir. Tjokorda Raka Sukawati yang pertama kali menemukan rumus tersebut. Selain merancang perhitungan yang akurat dengan Rumus Sukawati, Tjokorda juga berusaha mencari minyak yang paling tepat digunakan sebagai fluida pada dongkrak Sosrobahu. Fluida yang dipakai harus memiliki kekentalan (viskositas) yang tepat, yaitu fluida yang dapat mengangkat beton yang beratnya ratusan ton dan cukup licin untuk memutar beton tersebut berputar 90°.
Setelah siap dengan Rumus Sukawati dan fluida yang tepat, Tjokorda pun mengerjakan rancangan finalnya, yakni sebuah landasan putar yang dinamai Landasan Putar Bebas Hambatan (LPBH). LPBH ini merupakan dua piringan (cakram) besi yang saling menangkup. Kedua cakram besi memiliki ketebalan 5 cm dan diameter 80 cm. Meski kecil, cakram besi ini mampu menahan beban hingga 625 ton. Ke dalam raung di antara kedua piringan tersebut, dipompakan minyak oli yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah itu, digunakan penutup karet untuk menyekat rongga di antara tepian piring besi itu untuk menjaga minyak supaya tidak terdorong keluar ketika ditekan dengan pompa untuk mengangkat beton. Penekanan minyak oleh pompa akan mengakibatkan cakram bagian atas dan beton fondasi di atasnya akan terangkat ke atas. Terangkatnya cakram ke atas mengakibatkan cakram atas dan cakram bawah terpisah dan memiliki celah yang terisi minyak di antaranya. Dengan terjadinya hal ini, cakram atas dan beton yang diangkatnya dapat diputar karena cakram atas akan licin terhadap cakram bawah. Peristiwa licin ini disebabkan keberadaan minyak bertekanan di antara kedua cakram. Dengan demikian, bahu fondasi yang awalnya dibangun searah dengan jalan raya dapat diputar sejauh 90°. Begitulah dasar pemikiran Konsep Sosrobahu. Cakram rancangan Tjokorda ini ditunjukkan pada gambar 1.
Aplikasi konsep Sosrobahu dibutuhkan untuk mengkonstruksi jalan layang di atas suatu jalan tanpa menutup atau mengganggu akses lalu lintas pada jalan di bawah jalan layang tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun tiang jalan terlebih dahulu, seperti ditunjukkan pada gambar 1.
Tiang jalan ini dilengkapi dengan kepala tiang yang berbentuk segi enam, dengan cakram pemutar berisi minyak di dalamnya. Setelah tiang yang dilengkapi kepala dan cakram pemutar terpasang, konstruksi beton jalanan harus dilakukan dalam arah yang searah dengan jalur lalu lintas. Karena konstruksi beton jalanan dilakukan dengan menempatkan penyanggah-penyanggah besi besar di bawahnya, jika konstruksi beton diposisikan tegak lurus terhadap arah jalur lalu lintas, penyanggah besi di bawahnya akan menyumbat jalur lalu lintas. Peristiwa ini diilustrasikan seperti pada gambar 2 (garis putus-putus menunjukkan arah jalur lalu lintas).
Sementara itu, jika konstruksi beton diposisikan sejajar arah lalu lints, penyanggah besi tidak akan menutupi jalur lalu lintas, seperti diilustrasikan pada gambar 4 (garis putus-putus menunjukkan arah jalur lalu lintas).
Oleh sebab itulah, Tjokorda merancang konsep Sosrobahu. Dengan konsep ini, ia dapat membangun fondasi jalan layang tanpa menutup/mengganggu arus lalu lintas. Dengan cakram yang ditemukannya, masalah dapat diatasi. Sosrobahu diawali dengan pemasangan tiang jalan yang dilengkapi cakram. Kemudian, di atas tiang jalan, dikonstruksi beton dalam arah sejajar arus lalu lintas. Setelah selesai, beton yang arahnya sejajar arus lalu lintas diputar sejauh 90° dengan menggunakan cakram pemutar. Setelah diputar, maka fondasi jalan layang siap untuk dipasangi dengan pelat-pelat jalan layang akan membentuk jalan layang utama.
Temuan Tjokorda ini menggentarkan dunia. Temuannya ini digunakan insinyur Amerika Serikat dalam membangun jembatan di Seattle. Dalam melakukan perhitungan, insinyur Amerika Serikat bahkan mematuhi Rumus Sukawati yang dirumuskan Tjokorda. Atas penemuan teknologi Sosrobahu ini, Tjokorda menerima sejumlah hak paten dari berbagai negara, yaitu dari pemerintah Jepang, Malaysia, Filipina, dan Singapura. Teknik Sosrobahu juga digunakan dalam pembangunan jalan layang terpanjang di Metro Manila, pembangunan 298 tiang jalan di Filipina, pembangunan 135 tiang jalan di Kuala Lumpur. Teknologi ini juga sangat menarik bagi Korea Selatan yang terus bersikeras ingin membeli patennya. Teknologi Sosrobahu yang sangat aplikatif, teruji teknis, ekonomis, dan efisien ini memang sangat luar biasa sehingga banyak negara yang memakainya. Saat teknologi Sosrobahu digunakan di Filipina, Presiden Filipina berujar, “Inilah temuan Indonesia, sekaligus buah ciptaan putra ASEAN”. Sungguh membanggakan.
Sebuah pemikiran yang sederhana telah menghantarkan Ir. Tjokorda Raka Sukawati menemukan teknologi yang menggetarkan dunia internasional. Ir. Tjokorda adalah orang asli Indonesia. Sudah sepatutnya kita belajar dari beliau, mengambil inspirasi dari kisah beliau ini. Mari kita temukan teknologi teknologi asli Indonesia lainnya untuk menggetarkan dunia seperti Ir. Tjokorda.
Di bawah ini adalah video tentang penerapan teknik sosrobahu di lapangan:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar